Jakarta: Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono diminta bertanggung jawab mengungkap kasus penculikan aktivis.
SBY juga harus memerintahkan Panglima TNI Jenderal Moeldoko membuka
dokumen pemecatan Prabowo Subianto dari dinas kemiliteran.
Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi menegaskan, SBY merupakan anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP). DKP bertugas menyelidiki kasus penculikan aktivis periode 1997-1998 yang diduga melibatkan Prabowo.
Ketika itu, SBY berpangkat letnan jenderal begitupula dengan Prabowo yang kini menjadi calon presiden nomor urut 1. Adapun DKP dibentuk oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). KSAD Jenderal Subagyo HS menjadi ketua. Selain SBY, anggota DKP lainnya ialah Letnan Jenderal Agum Gumelar.
"SBY memiliki tanggung jawab moral mengungkap kasus penculikan, termasuk memerintahkan Panglima TNI membuka dokumen DKP," kata Hendardi usai jumpa pers di Komisi Orang Hilang Kontras, Jakarta, Minggu (8/6/2014).
Hendardi menambahkan organisasi HAM telah secara resmi meminta Jenderal Moeldoko untuk membuka dokumen DKP. Tetapi, hal itu belum dijawab oleh Moeldoko selaku orang nomor satu di Mabes TNI.
"Sekalipun bersifat rahasia, tidak alasan menutup dokumen pemecatan Prabowo. Apalagi, sekarang beredar dokumen DKP di publik. Mabes TNI wajib membuka dokumen supaya tidak jadi rumors," tegas Hendardi.
Salah satu ayat dalam dokumen yang beredar di publik tertulis bahwa DKP menyatakan Prabowo terbukti memerintahkan Satuan Tugas Mawar dan Merpati melalui Kolonel Chairawan dan Mayor Bambang Kristiono untuk menculik sejumlah aktivis.
Operasi penculikan itu dilakukan tanpa sepengetahuan Panglima ABRI. Berdasarkan dokumen tersebut, DKP menilai perbuatan Prabowo tidak mencerminkan etika profesionalisme, norma hukum, dan norma-norma lain yang berlaku di ABRI (TNI) selaku komandan, melanggar sumpah prajurit, dan Sapta Marga.
Prabowo juga dinilai telah melakukan tindak pidana yakni melanggar Pasal 103 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer. Ia pun dianggap berbuat pidana karena melanggar Pasal 55 ayat 1 dan 2 junto Pasal 333 yakni merampas kemerdekaan orang lain dan melanggar Pasal 55 ayat 1 dan 2 junto Pasal 328 dalam KUHP karena melakukan penculikan.
Hendardi menegaskan, DKP yang dibentuk Mabes ABRI bertugas menyelidiki kasus penculikan yang kemudian salah satu keputusannya memecat Prabowo. "Jadi, tidak benar jika dikatakan Prabowo dipecat dari ABRI karena kasus atau persoalan lainnya," tandasnya. (*)
Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi menegaskan, SBY merupakan anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP). DKP bertugas menyelidiki kasus penculikan aktivis periode 1997-1998 yang diduga melibatkan Prabowo.
Ketika itu, SBY berpangkat letnan jenderal begitupula dengan Prabowo yang kini menjadi calon presiden nomor urut 1. Adapun DKP dibentuk oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). KSAD Jenderal Subagyo HS menjadi ketua. Selain SBY, anggota DKP lainnya ialah Letnan Jenderal Agum Gumelar.
"SBY memiliki tanggung jawab moral mengungkap kasus penculikan, termasuk memerintahkan Panglima TNI membuka dokumen DKP," kata Hendardi usai jumpa pers di Komisi Orang Hilang Kontras, Jakarta, Minggu (8/6/2014).
Hendardi menambahkan organisasi HAM telah secara resmi meminta Jenderal Moeldoko untuk membuka dokumen DKP. Tetapi, hal itu belum dijawab oleh Moeldoko selaku orang nomor satu di Mabes TNI.
"Sekalipun bersifat rahasia, tidak alasan menutup dokumen pemecatan Prabowo. Apalagi, sekarang beredar dokumen DKP di publik. Mabes TNI wajib membuka dokumen supaya tidak jadi rumors," tegas Hendardi.
Salah satu ayat dalam dokumen yang beredar di publik tertulis bahwa DKP menyatakan Prabowo terbukti memerintahkan Satuan Tugas Mawar dan Merpati melalui Kolonel Chairawan dan Mayor Bambang Kristiono untuk menculik sejumlah aktivis.
Operasi penculikan itu dilakukan tanpa sepengetahuan Panglima ABRI. Berdasarkan dokumen tersebut, DKP menilai perbuatan Prabowo tidak mencerminkan etika profesionalisme, norma hukum, dan norma-norma lain yang berlaku di ABRI (TNI) selaku komandan, melanggar sumpah prajurit, dan Sapta Marga.
Prabowo juga dinilai telah melakukan tindak pidana yakni melanggar Pasal 103 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer. Ia pun dianggap berbuat pidana karena melanggar Pasal 55 ayat 1 dan 2 junto Pasal 333 yakni merampas kemerdekaan orang lain dan melanggar Pasal 55 ayat 1 dan 2 junto Pasal 328 dalam KUHP karena melakukan penculikan.
Hendardi menegaskan, DKP yang dibentuk Mabes ABRI bertugas menyelidiki kasus penculikan yang kemudian salah satu keputusannya memecat Prabowo. "Jadi, tidak benar jika dikatakan Prabowo dipecat dari ABRI karena kasus atau persoalan lainnya," tandasnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar